Al-Iman Moskeija, Mesjid Sederhana di Ibukota Finlandia

mesjid-al-imanJauh-jauh hari sebelum menjejak Helsinki, kami telah mencari informasi mengenai mesjid di kota ini. Melalui internet, tentu saja. Kami punya waktu empat hari di sana. Cukup untuk mengunjungi satu atau dua mesjid setempat.

Dari internet, disebutkan bahwa Helsinki belum punya mesjid khusus. Artinya, para jamaah menggunakan apartemen-apartemen sebagai mesjid atau tempat sholat. Ada beberapa apartemen mesjid kami temukan tersebar di beberapa bagian kota. Sebagian merupakan mesjid dari jamaah asal negara tertentu, seperti mesjid Turki, Arab, Bagladesh, dsb. Satu-satunya bangunan yang dibangun sebagai mesjid oleh muslim Tatar terletak di Järvenpää, beberapa kilometer di utara kota Helsinki.

Ada satu kisah spiritual indah di penginapan kami, Stadion Hostel. Di hari kedua, usai sarapan kami menemukan seorang bapak tua sedang sholat dhuha dengan khusuk. Hampir tepat di depan pintu kamar kami. Letak kamar kami memang agak tersembunyi, jarang dilewati penghuni hostel lainnya. Kami kaget sekaligus takjub menyaksikan pemandangan tersebut. Tak menyangka bakal bertemu orang sholat di tempat seperti ini. Sayangnya kami tak sempat mengenal beliau lebih jauh.

Di hari ketiga kami di ibukota Finlandia, setelah mengunjungi gugusan pulau-pulau benteng di Suomenlinna, kami punya waktu sekitar setengah hari untuk mengunjungi mesjid setempat. Pilihan kami awalnya jatuh pada Suomen Islam-seurakunta, sebuah mesjid Turki di Fredrikinkatu 33A. Terletak dekat sekali dengan pusat kota, mesjid ini mudah kami akses dengan berjalan kaki dari jantung Helsinki. Dalam perjalanan menuju kesana, banyak kami jumpai wanita-wanita muslimah berjilbab lebar. Kami sangka mereka baru dari mesjid.

Dari kejauhan telah terlihat bagian atas sebuah bangunan berhias bulan sabit besar di puncaknya. Serta tulisan arab di satu sisinya. Sebuah tanda kehadiran mesjid di gedung apartemen tersebut. Namun, ketika kami sampai disana, bingung kami mencari pintu masuknya. Di nomor 33A, kami temukan gerbang terkunci. Beberapa meter setelahnya ada gerbang yang bisa dibuka. Kami masuk lewat sana, tapi kembali menemukan pintu untuk mengakses apartemen mesjid juga terkunci. Mungkin dia hanya buka di waktu-waktu sholat saja. Saat itu, waktu sholat dhuhur telah lama berlalu. Kami putuskan untuk mengunjungi mesjid lain, Al-Iman Moskeija.

Kami kenal dengan Mesjid Al-Iman juga dari internet. Diantara mesjid-mesjid lainnya, yang satu ini punya situs lumayan informatif. Dari sana pula kami catat alamat serta bagaimana cara hingga sampai kesana. Kami naik tram nomor 4 sesuai petunjuk, dari Mannerheimintie. Turun di halte Munkkiniemenpuistotie. Lokasinya di pinggiran kota Helsinki. Turun dari tram, agak bingung kami mencari posisi sejatinya. Dari halte, tak ada tanda-tanda sebuah mesjid terlihat. Tak lama, kami temukan juga sebuah papan nama di satu gedung apartemen. Dua orang pemuda berkulit hitam sedang membershkan tumpukan salju dan es dengan sekop. Kami mengucap salam. Mereka menjawab dan menunjukkan jalan masuk ke mesjid.

Al-Iman Moskeija terletak di bawah tanah sebuah gedung di Munkkiniemenpuistotie nomor 4. Kesan pertama, lebih mirip gudang dibanding sebuah mesjid. Isinya terlihat sangat sederhana dan alakadarnya. Satu jaket tergantung di pintu. Beberapa pasang sepatu berserakan di muka pintu. Kami melepas sepatu. Seorang pemuda berkulit hitam menunjuki Bapak tempat wudlu pria. Beberapa orang lainnya berada di ruang belajar. Sebuah kajian islam sedang berlangsung dalam bahasa inggris. Emak taksir, sekitar 4-5 orang sedang mengikuti kajian. Sesekali terdengar mereka tertawa dan berdiskusi seru. kata Bapak, semuanya berkulit hitam. Baik pemberi maupun penerima materi.

Kami sholat di tempat terpisah. Ruang sholat wanita berada satu lantai lebih tinggi. kapasitasnya tak banyak. Emak taksir, hanya 30-an wanita bisa tertampung disana. Kondisi di dalamnya mengenaskan. Karpetnya tampak usang. Sebagian atapnya jebol-jebol. Deretan Al-Quran tertata rapi di satu sudut. Juga gantungan mantel di bagian belakang. Serta peringatan untuk menjaga kebersihan mesjid serta mematikan HP di waktu sholat. Semuanya dalam bahasa inggris.

Ketika kami mau pergi, seseorang mengatakan bahwa waktu sholat maghrib hampir tiba. Kami menunggu untuk sholat berjamaah. Bapak sempat mengobrol dengan satu jaam berkulit hitam. Emak dan Embak kembali ke ruang sholat. Hingga usai sholat berjamaah. Kata Bapak, imam dan jamaahnya, kecuali kami adalah muslim dari benua hitam.

Kami pergi dengan perasaan campur aduk. Antara bahagia bisa bertemu dan sholat berjamaah bersama saudara muslim dari negara lain, serta prihatin melihat tempat ibadah ala kadarnya mereka. Dibandingkan dengan tempat mereka, mesjid-mesjid di Jerman, di kota kecil sekalipun terlihat jauh lebih mewah. Kami sungguh beruntung karenanya.

Leave a Reply

%d bloggers like this: