Mendaki Eifel Berjamaah

Aktifitas luar rumah asyik sekali dilakukan di musim panas. Apalagi beramai-ramai dengan teman terdekat. Keasyikannya menjadi berlipat-lipat. Musim panas kemarin, walau cuma sekali, kami sempat hiking bersama teman-teman mengaji ke Heimbach, Pegunungan Eifel.

Mas Riza mendapat tugas mencari rute. Beliau yang mengusulkan rute hiking Heimbach ini. Sepanjang kira-kira 13 kilometer. Titik awal rute dari stasiun kereta api Heimbach. Sehingga memudahkan kami semua yang naik kendaraan umum.

Stasiun Heimbach telah dinobatkan sebagai Wanderbahnhof 2011 di negara bagian Nordrhein-Westfalen. Wanderbahnhof adalah stasiun pendukung bagi para pendaki gunung. Sebab memiliki pelayanan serta informasi baik bagi pecinta aktifitas luar rumah ini. Ada beberapa rute hiking dimulai dari stasiun. Heimbach merupakan satu desa indah di Pegunungan EIfel. Banyak turis, terutama asal Belanda berkunjung ke tempat ini.

Dari stasiun, jalanan mulai mendaki. Walau belum terjal. Masih ada turunan dan jalanan menurun. Semuanya berubah ketika kami mulai memasuki wildnis trail, masuk ke dalam hutan. Jalanan setapak agak sempit dan mendaki. Tak terlalu lama, kami sempat masuk pemukiman. Sebelum akhirnya menjauhi peradaban. (lebaydotkom)

Saat mendaki gunung seperti ini, betapa terasa begitu lemah fisik kami. Betapa kurang kami berolah badan. Sehingga baru sekilo meteran mendaki kaki melemas. Apalagi rute yang terus menanjak. Membuat Mas Riza ketiban gerutuan dari peserta pendakian. Kenapa harus memilih rute seberat ini? Si Adik merengek-rengek minta digendong. Kami bisa membujuknya unttuk sementara waktu.

Di kilometer kedua atau ketika di ujung tanjakan, kami sepakat untuk istirahat. Sambil makan bekal tentu saja. Yang ternyata sangat buanyak untuk dimakan sama-sama. Ternyata inilah yang membuat kaki berat melangkah. Beban makanan di dalam ransel masing-masing. Bekalnya bervariasi dan enak-enak. Setelah ransel berkurang muatannya, ganti perut terasa lebih berat dibawa berjalan.

Namun perjalanan musti berlanjut. Kala hari makin panas. Imraan kecapekan. Duduk tertidur di atas ransel khusus. kira-kira dua kilometer setelahnya, kami menemukan bangku dan meja. Berebutan kami duduk. Dan kembali membuka bekal. Kalori yang dibakar sepertinya tak seimbang dibandingkan kalori yang masuk ke tubuh kami. Tapi itulah gunakan hiking bersama. Untuk menghabiskan bekal bersama-sama pula.

Meneruskan perjalanan, sampailah kami di Hubertushoehe.Satu titik pengamatan untuk memandang Danau Rur dari ketinggian. Lekukan tepi danau serta sebuah pulau di tengahnya. Indah sekali. Sehingga kami manfaatkan untuk berfoto bersama.

Kami turun taklewat jalan biasa. Melainkan mengikuti jalan air curam. Kaki berjalan susah dicegak. Jika tak berusahamengerem, bisa-bisa salah satu darikami meluncur deras ke arah danau. Menghantam pepohonan atau bebatuan tajam. Seram membayangkannya.

Syukurlah tak terjadi apa-apa. Kaki gemetaran. Kami duduk-duduk lagi tepat di pinggir danau. Anak-anak dan bapak-bapak main lempar batu ke danau. Berusaha memecahkan rekor lemparan terjauh.

Cuaca makin panas. Kaki sudah lemas. Akibat tanjakan dan turunan curam. Tertatih-tatih, kami berusaha menyelesaikan etape terakhir kembali menuju stasiun kereta api Heimbach. Tapi di depan hotel Schwammenauel, kami melihat sebuah bus terparkir. Menunggu jam berangkat. Tujuannya sama dengan tujuan kami. Semua sepakat tak mau meneruskan perjalanan jalan kaki. Lima km terakhir kami curangi. Naik bus lebih membahagiakan dan menghemat tenaga.

Leave a Reply

%d bloggers like this: