Perjalanan di Kota Pusat Berlian Dunia, Antwerpen (2)

antwerpen2

(sambungan dari sini)

Hari telah menjelang senja. Meski di sekitar Onze-Lieve-Vrouwekathedraal masih ramai. Sebagian besar duduk-duduk saja di bangku. Sambil bercengkerama, berfoto, tiduran, melamun atau bahkan mabuk. Kata seorang teman, ada sebuah band musik di depan katedral. Setiap ke Antwerpen pasti teman tersebut tak pernah melewatkan pertunjukan langsung mereka. Apalagi pemain musiknya ganteng-ganteng, imbuhnya. hehehe.

Setelah intermezzo sebentar di sebuah kedai penjual souvenir, sesi pengambilan foto jamaah berlanjut. Oh ya, pemilik kedai cinderamata tersebut adalah orang Bangladesh. Karena mengetahui kami muslim, beliau memberi diskon buat semua barang yang kami beli. Alhamdulillah.

Jalanan menuju Grote Markt sangat ramai. Kami berjalan pelan diantara kerumunan dan meja-meja kafe yang meluber ke jalanan. Semua kafe tersebut dijejali manusia. Tak terlihat satu bangku pun kosong. Grote Markt (terjemahan bebasnya = pasar besar), sebuah tempat di pusat kota juga masih ramai. Apalagi disana ada satu atraksi terkenal kota, yakni Brabobrunnen alias Air muncrat Brabo. pas di tengah-tengah bangunan-bangunan tua megah khas Eropa. Air muncrat ini dipasang tahun 1887, sebuah patung perunggu besar buatan seniman Jef Lambeaux. Adalah gambaran dari legenda terbentuknya kota Antwerpen. Ksatria muda Silvius Brabo, memegang tangan kanan raksasa Druon Antigon yang baru dikalahkan, untuk dilempar ke Sungai Scheldt. Sang Raksasa selalu menarik pajak bagi tiap kapal yang lewat di sungai ini. Siapa saja yang tak membayar, dipotong tangan kanannya oleh sang raksasa. Nama Antwerpen berasal dari ‘hand werpen’ alias tangan yang dilempar.

Benar sekali kata Adik. Waktu kami bilang mau ke Antwerpen, dia mengira kami mau lempar-lemparan dengan tangan. Atau ‘hand werfen’ dalam bahasa Jerman. Ternyata Adik yang baru tiga tahun sudah tahu sejarah Antwerpen jauh sebelum kami. hehehe.

Puas foto-foto di depan air mancur, langsung saja kami hendak ke het Steen, sebuah benteng pertahanan salah satu lambang kota Antwerpen. Tapi tertahan sebab melihat banyak sekelai orang berkerumun di sebuah balkon besar di tepi Sungai Scheldt. Disitu adalah tempat orang menikmati pemandangan sungai. Menyaksikan kapal-kapal hilir mudik. Tak hanya kapal barang namun juga feri berisi turis. Kami berfoto profil sambil menikmati matahari tenggelam.

Het Steen, sebuah benteng batu adalah bangunan tertua yang masih berdiri di kota terbesar kedua di Belgia, Antwerpen. Dibangun di abad 12 masehi, dan sempat menjadi benteng serta penjara, sempat hancur di abad 19, dan berhasil dibangun kembali, bangunan tua ini menjadi museum maritim sejak tahun 1952. Kami mengagumi kekohohan benteng, melihat-lihat sekeliling dan memotretnya. hari sudah mulai gelap, kami tentu tak mau berlama-lama disini. Sebab kaki juga sudah mulai pegal.

Setelah melalui koridor di tepi sungai dan di samping museum, kami berbalik arah. Menuju pusat kota lagi. Serta menuju penginapan. Mbak Ninik mesti kembali ke Brussel malam itu juga. Dan kami berisitirahat, mengumpulkan kekuatan untuk perjalanan berikutnya di keesokan hari.

(bersambung)

2 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: